faizin. Diberdayakan oleh Blogger.

Latest Post

Kompromi Rasulullah SAW

Written By Unknown on Senin, 18 November 2013 | 03.30

Ibnu Ishak menceritakan sebuah kisah tentang tindakan yang pernah diambil Rasulullah SAW tatkala cobaan dan situasi genting terasa semakin berat. Saat itu, menjelang perang Ahzab, bangsa Arab telah siap bersatu mengeroyok dan mengepung kaum muslimin dari segala penjuru.

Rasulullah SAW kemudian mengirim delegasinya kepada Uyainah bin Hishin dan Al-Harits bin Auf Al-Murri. Kedua-duanya adalah komandan pasukan dari Ghatafan. Lewat delegasi itu beliau menawarkan 1/3 hasil panen kota Madinah, dengan syarat mereka berdua bersedia menarik pasukan meninggalkan Madinah.

Terjadilah suatu perundingan damai antara beliau dengan mereka, dan akhirnya ditulislah sepucuk surat perjanjian. Namun belum sampai ditandatangani, beliau terlebih dahulu memanggil Sa’ad bin Muadz dan Sa’ad bin Ubadah. Kepada mereka Rasulullah mengemukakan rencana tersebut, dan meminta masukan mereka berdua. Berkatalah keduanya: “Ya Rasul Allah, apakah ini suatu perintah yang anda ingin supaya kamimelaksanakannya, ataukah ini sesuatu yang diperintahkan Allah yang mesti kami laksanakan, ataukah sesuatu yang ingin anda lakukan untuk kebaikan kami?”

Rasul menjawab: “Sesungguhnya ini adalah sesuatu yang ingin saya lakukan untuk kebaikan kalian. Demi Allah, saya lakukan ini, tak lain karena saya lihat seluruh bang Arab telah membidikkan anak-anak panah mereka dari satu busur (maksudnya: bersatu mengeroyok), dan telah mengepung kalian dari segala penjuru. Oleh karena itu, aku ingin menghancurkan kekuatan mereka yang tertuju terhadap kalian sedapat mungkin…”.

Namun kaum Anshar menolak usulan tersebut, mereka lebih memilih tindakan lain yang didasarkan pada upaya meningkatkan kepercayaan diri pasukan kaum muslimin dan memperkuat ketangguhannya.

PELAJARAN PENTING

Potongan kisah berharga ini mengajarkan kepada kita beberapa hal:
  1. Kisah ini menggariskan tentang keleluasaan gerak dalam perjuangan dakwah. Bagaimana seorang pemimpin harus berupaya sedapat mungkin mencari berbagai alternative langkah sebagai upaya memperoleh kebaikan dan kemaslahatan bagi dakwah.

  1. Pentingnya bertindak cepat bagi penyelamatan dakwah, meskipun boleh jadi langkah yang diambil itu bukan langkah maksimal yang menentukan, tapi—meskipun begitu—ia merupakan langkah maju dalam perjalanan menuju kemenangan.

  1. Kebolehan ‘berkompromi’ dengan musuh dakwah asal tidak mengorbankan hal yang bersifat prinsip. Penawaran 1/3 hasil panen kota Madinah kepada Uyainah bin Hishin dan Al-Harits bin Auf Al-Murri, jelas-jelas merupakan bentuk kompromi, dan itu sah-sah saja dalam upaya mencari cara untuk menyerang musuh atau memporak-porandakan barisan mereka. Seandainya tindakan itu sesuatu yang terlarang atau bahkan dianggap kelemahan dan dosa, tentu Rasulullah tidak akan menjadikannya sebagai salah satu alternative.

  1. Kedudukan syuro amat penting dalam sebuah gerakan dakwah. Tentu saja hal itu dilakukan dalam hal-hal yang tidak ada ketetapan nash Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Pertanyaan Sa’ad bin Muadz dan Sa’ad bin Ubadah kepada Nabi SAW menunjukkan hal ini. Mereka sudah siap tunduk kepada usulan Nabi, jika itu memang ketetapan kenabian atau perintah dari Allah SWT.

  1. Seorang pemimpin hendaknya tidak bersikap otoriter. Ia harus mau mendengar saran dan usulan dari pihak lain, termasuk dari bawahannya.


Demikianlah. Semoga Allah senantiasa menerangi jalan perjuangan kita dengan lentera cahaya Al-Qur’an, sunnah, dan ilmu para salafu shalih. [AL-INTIMA]

KIAT MASUK SURGA TANPA LEWAT NERAKA

KIAT MASUK SURGA TANPA LEWAT NERAKA
Di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini ada sebuah kabar gembira dari Allah swt. yang harus saya sampaikan. Sebuah kabar gembira yang pernah disampaikan oleh Nabi Muhammad tapi dilupakan oleh Umat Islam saat ini. Kabar gembira tersebut adalah:
“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)-nya, maka dia berada dalam kehidupan yang diridai.” (Q.S. Al Qoriah: 6-7)
Di manakah kehidupan yang diridai tersebut? Dalam Alquran diterangkan bahwa kehidupan yang diridai adalah surga.

(21). Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridai.
(22). Dalam surga yang tinggi. (Q.S. Al-Haqqah [69]: 21-22)

Kemudian Allah mengulangi kembali pesan atau kabar gembira ini.

“Timbangan pada hari itu ialah kebenaran. Maka barang siapa berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Al-A’raf [7]:

Sedemikian pentingnya pesan ini hingga Allah swt. mengulanginya sebanyak 3 kali.

“Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)-nya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Al-Mukminun [23]: 102)

Dalam perdagangan, orang yang beruntung ialah mereka yang pemasukannya lebih banyak dari pengeluaran. Dalam bahasan kita kali ini, orang yang beruntung ialah orang yang lebih banyak kebaikan daripada keburukannya. Jika seseorang harus masuk ke neraka dulu untuk membakar dosa-dosanya, tentu ia tidak bisa dikatakan sebagai orang yang diridai Allah dan beruntung.

Jadi, kabar gembiranya ialah ternyata tidak hanya para nabi yang bisa langsung masuk surga. Kita pun bisa LANGSUNG MASUK SURGA tanpa harus mampir ke neraka asalkan kebaikan (pahala) lebih banyak dari keburukan (dosa). Betapa bahagianya kita jika nanti bisa langsung masuk surga. Selain terbebas dari segala penderitaan di neraka, Kita pun bisa berkumpul kembali dengan orang-orang yang kita cintai di dunia, asalkan mereka juga masuk surga. Karena itu, agar kita bisa berkumpul kembali bersama keluarga tercinta di surga maka ingatkan mereka akan kabar gembira ini.

Namun, kemudian muncul sebuah pertanyaan, bukankah orang yang berat timbangan kebaikannya tetap saja masih mempunyai dosa yang harus dipertanggung-jawabkan walaupun sedikit? Jawabannya ada pada Alquran,

“(Ingatlah) hari (dimana) Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan. Itulah hari ditampakkan kesalahan-kesalahan. Dan barang siapa yg beriman kepada Allah dan beramal saleh, niscaya Allah akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar.” (Q.S. At Taghabun [64]: 9)

Allah akan menutupi kesalahan-kesalahan kita karena keimanan serta amal saleh yang kita kerjakan. Jadi, bukan dimasukkan ke neraka dahulu untuk membersihkan dosa-dosa baru kemudian masuk surga. Semua orang mempunyai kesalahan tetapi orang yang beriman dan beramal saleh tidak akan diseret ke neraka karena mereka telah dibersihkan dari dosa.

"Maka mereka mendustakannya, karena itu mereka akan diseret (ke neraka). Kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa)." (Q.S. As Shaffat [37]: 127-128)

Menurut ayat tersebut, dosa tidak dibersihkan di neraka.

" Sesungguhnya kamu pasti akan merasakan azab yang pedih. Dan kamu tidak diberi pembalasan melainkan terhadap kejahatan yang telah kamu kerjakan, Tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa). Mereka itu memperoleh rezki yang tertentu,Yaitu buah-buahan. Dan mereka adalah orang-orang yang dimuliakan,Di dalam surga-surga yang penuh kenikmatan." (Q.S.Ash Shaffaat [37]: 38-43)

Jadi, dosa tidak dibersihkan di neraka. Lalu, dengan apa Allah membersihkan kita dari dosa? Allah akan menghapus dosa dengan kebaikan yang pernah kita kerjakan asalkan kebaikan lebih banyak dari keburukan sehingga mencukupi untuk menghapus semua dosa tersebut.

“....Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (Q.S. Huud [11]: 114)

Misalnya kita mempunyai timbangan kebaikan 70 dan timbangan keburukan 20. Maka, keburukan kita akan dihapus oleh kebaikan yang kita miliki. Dosa 20 dikurangi pahala 70. Hasilnya tidak ada lagi sisa dosa, sedangkan sisa pahala tinggal 50. Jadilah kita sekarang bersih dari dosa dan masih memiliki tabungan 50 kebaikan. Dengan begitu wajarlah jika kita bisa langsung masuk surga tanpa harus terjerumus ke neraka karena kita tidak memiliki sisa keburukan sedikit pun.

Ada yang bertanya, bagaimana jika timbangannya seimbang? Kebaikan dan keburukannya sama banyaknya. Jawabnya, Allah tidak akan memungkinkannya karena tidak ada keterangan dalam Alquran dan Hadis. Selain itu, dari berjuta kejadian yang kita alami dari lahir hingga meninggal dunia, kecil sekali kemungkinan untuk seimbang. Kalaupun ada yang seimbang maka Allah Maha Mengetahui dimana dia ditempatkan.

Semoga tulisan ini dapat memotivasi kita untuk terus mengejar bola-bola kebaikan dimana saja demi meraih piala surga.

“Berlomba-lombalah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (Q.S. Al-Hadiid [57]: 21)

Ada yang berkata, “Kita hendaknya beribadah hanya mengharap keridaan Allah bukan pahala dan surga. Jika kita beribadah karena mengharap pahala dan surga, berarti ibadah kita tidak ikhlas karena masih mengharap pamrih.”

Selintas kalimat itu terdengar benar dan indah tetapi ternyata tidak demikian. Pahala dan surga serta keridaan Allah merupakan satu paket yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Allah menyuruh kita berlomba-lomba meraih piala surga. Jika kita tidak peduli dengan pahala surga sama artinya kita tidak peduli dengan perintah Allah tersebut.

“Sesungguhnya (surga) ini benar-benar kemenangan yang besar. Untuk kemenangan serupa ini hendaklah berusaha orang-orang yang bekerja” [QS. Ash shaffaat (37) :60-61]

“Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (syurga). Mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan mereka yang penuh kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamar murni yang dilak (tempatnya). Laknya adalah kesturi; Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba”. [Al Mutaffifin (83):26]

Keistimewaan Semut dalam Al Quran

Semut, salah satu serangga yang dimuat bahasannya dalam Al-Qur’an. Lalu, apa istimewanya semut sehingga diabadikan dalam Al-Qur’an? Ini dia pembahasannya:
Semut adalah serangga eusosial yang berasal dari keluarga Formisidae, dan semut termasuk dalam ordo Himenoptera bersama dengan lebah dan tawon. Semut terbagi atas lebih dari 12.000 kelompok, dengan perbandingan jumlah yang besar di kawasan tropis. Semut dikenal dengan koloni dan sarang-sarangnya yang teratur, yang terkadang terdiri dari ribuan semut per koloni. Jenis semut dibagi menjadi semut pekerja, semut pejantan, dan ratu semut. Satu koloni dapat menguasai dan memakai sebuah daerah luas untuk mendukung kegiatan mereka. Koloni semut kadangkala disebut superorganisme dikarenakan koloni-koloni mereka yang membentuk sebuah kesatuan.
Semut adalah hewan terkuat didunia. Walaupun tubuhnya kecil, ia mampu menopang benda dengan beban 50 kali dari beban tubuhnya. Jika diadukan dengan hewan sangat besar seperti gajah atau gorilla, yang hanya mampu menopang benda maksimal sampai 3 kali dari beban tubuhnya.
Nah, itulah sekilas tentang semut. Lalu, apa hubungannya dengan Al-Qur’an? Allah SWT berfirman: “Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, “Wahai semut-semut! Masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (QS.An-Naml: 18). Dalam ayat itu, ada 2 hal yang membuktikan kehebatan Al-Qur’an dalam mendeskripsikan semut:
1. Dalam ayat itu, Allah SWT menggunakan dhomir hiya untuk semut yang memerintah semut2 lainnya. Secara tersirat, Allah ingin menegaskan bahwa semut dipimpin oleh ratu. Hal itu dibuktikan oleh penelitian akhir-akhir ini.
2. Lalu, ratu itu berinisiatif untuk menyelamatkan semut-semut lainnya dengan memerintahkan semut lainnya untuk masuk ke dalam sarang mereka masing-masing. Hal ini mengindikasikan bahwa semut memiliki rasa sosial dan peduli yang tinggi. Sang ratu tidak menyelamatkan diri sendiri, tapi juga mengajak rakyat-rakyatnya. Bukti itu pun baru terkuak akhir-akhir ini. Rasa peduli ini patut dicontoh oleh pemimpin-pemimpin manapun (bahkan oleh org2 awam seperti kita). Hal ini tergambar dalam doa Nabi Sulaiman AS di ayat selanjutnya: “…Dan dia berdoa,”Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu…” Wallahu a’lam bish-shawwaab…  Semoga bermanfaat


"Jangan risaukan dari arah mana Dia akan menurunkan pertolongan-Nya"

Nabi Ibrahim merebahkan anak semata wayangnya dan ia menghunus pisau yang telah diasah tajam-tajam.

Anaknya Nabi Ismail dengan suka rela dan penuh penyerahan diri berkata: "Lakukanlah wahai ayahnda apa yang diperintahkan Allah kepadamu!"

Kedua-duanya tidak tahu kalau Allah sudah mempersiapkan seekor domba semenjak ribuan tahun sebagai persiapan untuk tebusan bagi Nabi Ismail pada waktu itu.

Oleh karena itu yakinlah akan karuni Allah. Tugas kita hanya taat kepada-Nya, selanjutnya serahkan semuanya kepada kehendak dan kekuasaan-Nya. Boleh jadi sesuatu yang besar sudah dipersiapkan Allah untukmu semenjak dari alam azali.

***

Ketika Nabi Ibrahim meninggalkan Siti Hajar dan anaknya Nabi Ismail di padang pasir tandus tanpa tumbuhan dan air, ia tidak tahu kalau mata air zam-zam akan memancar dari perut bumi sampai hari kiamat nanti.

Untuk itu, berusaha sajalah sesuai sunnatullah seperti Siti Hajar. Selanjutnya bertawakallah seperti Nabi Ibrahim. Berdo'alah, supaya Allah menjadikan hati-hati manusia rindu dan ringan untuk menolong agama-Nya.

Setelah itu, yakinlah pertolongan Allah pasti akan datang dan kemenangan niscaya akan terwujud.

***

Di saat Allah mengeluarkan Nabi Yusuf dari dalam penjara, Allah tidak mengutus halilintar dari langit untuk menghancurkan jeruji besi. Dan Allah tidak memerintahkan kepada dinding penjara supaya roboh.

Akan tetapi Allah mengutus mimpi untuk menyelinap di keheningan malam ke dalam tidur sang raja yang lagi pulas. Siapa mengira kalau mimpi menjadi penyebab berpindahnya kedudukan Nabi Yusuf dari seorang terdakwa menjadi seorang penguasa.

Yakinlah akan karunia Tuhanmu. Jangan risaukan dari arah mana Dia akan menurunkan pertolongan-Nya. Yang jelas Allah tidak pernah ingkar janji.

Pagi yang penuh keoptimisan dan harapan-harapan baru, insyaallah.


Intermezzo Empat Khalifah

Intermezzo Empat Khalifah

Kisah perjalanan empat khalifah yang masyhur dengan julukan khulafaur-rasyidinmerupakan satu fase perjalanan sejarah yang sepantasnya menjadi cermin dari frame work kerja dan perjuangan kita saat ini. 

Abu Bakr Ashshiddiq ra, ‘Umar bin Khaththab ra, Utsman bin Affan ra, dan Ali bin Abi Thalib ra, ialah empat mutiara islam hasil sepuhan langsung tangan Rasulullah shalallahu’alaihiwassalam. Empat karakter mutiara ini telah Allah tetapkan untuk memimpin empat fase kekhalifahan yang berbeda, uniknya perbedaan ini telah diatur betul oleh Allah subhanallahuta’ala sehingga mix-match dengan masing-masing pribadi. 

Mari kita singgah sekejap pada perlayaran singkat Abu Bakr Ashshidiq;

Masa kekhalifan orang terdekat Rasulullah ini hanya berjalan dua tahun tiga bulan, tapi sesungguhnya warisan penting dari waktu singkat tersebut ialah penjagaan mabda’ (prinsip dasar) ajaran islam dan menjadikannya sebagai sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar.

Hal ini terlihat dari tiga hal penting yang menjadi concern utama sang Khalifah, yaitu:

1.    Pemberantasan para murtad
2.    Pemberantasan para nabi palsu di Yaman, seperti Musailamah dan Thulaihah Al-Assady
3.    Memerangi para muslim yang enggan membayar zakat

Paska wafatnya Rasulullah sebagian bangsa Arab menyatakan terang-terangan bahwa mereka murtad disamping ada pula yang tetap islam namun menolak membayar zakat. Inilah masa transisi yang sulit setelah sosok panutan tidak lagi ada di tengah-tengah mereka. Menjadi catatan penting untuk kita dewasa ini, bahwa boleh-boleh saja terinspirasi dari siapa pun, tapi ingat lah bahwa jasad itu tidak utuh, ada pun esensi dari content kebaikan itulah yang sejati. Maka jangan semata-mata figuritas yang membuat kita kukuh, lalu ketika ia hilang kita pun loyo.

Dan masa transisi ini harus dilewati Abu Bakr dengan tegas., sebagaimana akhirnya beliau melancarkan perang terhadap para murtad dalam peristiwa habrur-riddah dengan memberangkatkan 12 kompi dalam satu hari. Setegas itu pula sikap Abu Bakr ketika menghadapi para pembangkang yang masih minta-minta kompromi dalam perkara zakat. Hingga terjadi pertempuran tak imbang antara pasukan Abu Bakr yang sedikit dan pasukan pembangkang yang banyak. Namun atas izin Allah terhadap keteguhan semangat Abu Bakr untuk mempertahankan prinsip dasar islam, pasukan mukmin menang telak dalam pertempuran dahsyat tersebut.

Inilah cermin berpikir yang jauh dan dalam. Walau pun sebagian ulama pada saat itu termasuk Umar pada awalnya tidak sepakat dengan sikap Abu Bakr untuk memerangi pembangkang karena keislaman mereka, namun Abu Bakr tetap dengan pendiriannya. Sikap ini adalah bentuk konsistensi memelihara fikrah islam demi pewarisan yang benar terhadap generasi selanjutnya. Ia utamakan keutuhan ajaran islam yang sempurna, daripada memelihara keutuhan kuantitas kaum muslimin dan negera namun tanpa fikrah islam yang utuh. Coba bayangkan seandainya saat itu Abu Bakr bertoleransi soal zakat? Barangkali saat ini kita jadi  punya alasan untuk menjadikan zakat sebagai kisah harmoni masa lalu saja, tanpa pengamalan. Semoga Allah memberkahi keteguhan Abu Bakr.

Saat Abu Bakr merasakan ajalnya kian dekat, ia memanggil para sahabat untuk bermusyawarah perihal rencananya untuk mengangkat ‘Umar bin Khaththab sebagai khalifah selanjutnya. Banyak para sahabat yang tidak sepakat dengan pengangkatan Umar, namun setelah Abdurrahman bin ‘Auf menyampaikan tanggapannya bahwa, “kami tidak mengenal engkau (Abu Bakr) kecuali menginginkan yang terbaik, dan engkau tetap sebagai orang yang baik dan suka memperbaiki!” Barulah para sahabat tersadar.

Setelah Abu Bakr mantap betul dengan kerelaan orang muslim terhadap Umar, Abu Bakr membai’at Umar di hadapan kaum muslimin. Setelah peneguhan janji itu, Abu Bakr berwasiat pada Umar, sebagai berikut:

“Sesungguhnya aku mengangkatmu sebagai khalifah sepeninggalku. Hendaklah engkau BERTAQWA KEPADA ALLAH. Sesungguhnya Allah mempunyai amal malam hari yang tidak Dia terima pada siang hari dan amal siang hari yang tidak Dia terima pada malam hari. Dia tidak menerima ibadah sunnah sampai ibadah fardhu dijalankan. Bila engkau memelihara wasiat ini, maka tidak ada KEGAIBAN yang lebih engkau cintai selain KEMATIAN, sedang ia akan menimpamu. Dan jika engkau mengabaikan pesanku, maka tidak ada kegaiban yang lebih engkau benci selain kematian itu sendiri. Dan aku tidaklah mengalahkan Allah.”

Tak ada salahnya, jika wasiat ini turut kita jadikan pegangan, meski terkhusus Abu Bakr berikan pada Umar. Terlebih saat dakwah memasuki era menuju B3SAR ini. sebagaimana Abu Bakr paham betul, soal  strategi bernegara, taktik politik, dll, tak perlu diwasiatkan, karena ia akan muncul dengan alaminya, namun PESAN KETAQWAAN, itulah sebaik-baiknya wasiat. Segala macam jalan kemudahan bernegara bagi Abu Bakr hanya dapat muncul dengan satu modal dasar, yaitu taqwal-quluub¸taqwa kepada Allah subhanallahuta’ala.

Menjelang kematiannya, Abu Bakr menghadapi sakratul maut didampingi putri tercintanya, A’isyah ra, persis seperti yang dilalui oleh sahabat terkasihnya, Rasulullah shalallahu’alaihiwassalam. Saat A’isyah mendendangkan satu buah sya’ir, Abu Bakr dengan ruhul-qur’an nya justru melantunkan sepenggal ayat ke 19 dari surah Qaaf;

“Dan datanglah sakratul-maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.”

Kemudian melayanglah ruh Mujahid sejati ini, sedang tutur terakhirnya adalah:

“Ya Rabbi, matikanlah aku dalam keadaan muslim dan pertemukanlah aku dengan orang-orang shalih.”

Berakhirlah hidup Abu Bakr di pentas dunia nan fana ini, sementara satu amalnya, kata Rasulullah shalallahu’alaihiwassalam, tak mampu menyamai amal seluruh kalian. Hingga Umar nan gagah pun menetes air mata beningnya, seraya berucap:

“Wahai Abu Bakar, engkau telah menjadikah khalifah sesudah engkau susah untuk menirumu!”
Sesungguhnya Rasulullah shalallahu’alahiwassalam telah berhasil membawa masyarakat islam ke puncak keluhuran melampaui manusia biasa. Jika ada pepatah yang mengatakan bahwa pahlawan adalah mereka yang berhasil melampaui kemampuan dirinya, maka ialah Rasulullah yang telah berhasil mencetak pahlawan-pahlawan islam yang sanggup berjuang hingga bahkan kering titis darah mereka.

Pada intermezzo kali ini, mari kita sejenak bernostalgia pada kejayaan ‘Umar bin Khaththab ra.

Dialah ‘Umar bin Khaththab yang tubuhnya besar kekar, yang kekuatan fisiknya mampu mengalahkan 20 puluh orang dewasa saat ini, yang juga suara berat berwibawanya berpadu dengan kecerdasan pikirnya.

Kehadiran ‘Umar dalam kancah sejarah islam telah melejitkan fase dakwah dari sirriyah menjadi terang-terangan. Atas izin Allah pula lah, kekhalifahan yang dipimpin oleh ‘Umar setelahnya mampu mendobrak ekspansi terluas sepanjang sejarah dengan rentang waktu 10 tahun 6 bulan 8 hari saja.

‘Umar bin Khaththab telah diangkat oleh Abu Bakr Ashshiddiq ra sebagai khalifah dengan cara tariqul-ahad, yaitu memilih sendiri penggantinya setelah mendengarkan pendapat yang lain, dan lalu membai’atnya di depan umum. Beberapa ulama berpendapat, bahwa cara ini dipilih karena Abu Bakr ingin menghindari perpecahan dalam tubuh ummat jika mereka memilih sendiri, persis seperti yang sempat terjadi pada masanya.

Sepanjang masa kekahalifahannya, ‘Umar berhasil memunculkan berbagai macam peristiwa spektakuler dan mencengangkan sejarah. Tak heran lagi, jika concern utama panglima sejati ini adalah PENAKLUKAN dan PERLUASAN.

Banyak pihak yang menklaim ‘Umar sebagai “tukang perang”, padahal ianya sendiri sangat membenci perang jika bukan untuk pembelaan dan perlindungan terhadap agama dan wilayah islam. Uniknya pertahanan atau penaklukan ini justru berujung pada perluasan wilayah. Inilah hebatnya ‘Umar, STRATEGIS!

Tercatat kurang lebih 44 penaklukan yang berhasil dimenangkan di bawah kepemimpinan ‘Umar, meliputi jazirah Arab, Syiria, Mesir, sebagian besar Persia, termasuk pula pembukaan Baitul Maqdis. Bahkan Damaskus telah ditaklukan ‘Umar pada tahun pertama kekhalifahannya, melanjutkan perjuangan yang sempat dilakukan di masa Abu Bakr. Begitu juga dengan Baitul Maqdis, kota ini dikepung selama empat bulan oleh pasukan muslim yang dipimpin oleh ‘Amru bin Ash, sebelum akhirnya dapat ditaklukkan dengan syarat Khalifah Umar bin Khattab sendiri yang menerima “kunci kota” itu dari Uskup Agung Sefronius, karena kekhawatiran mereka terhadap pasukan Muslim yang akan menghancurkan gereja-gereja.

Adapun dalam strategi militer, ‘Umar berhasil menemukan sistem militer yang belum pernah dilakukan oleh siapapun sebelumnya, yang mana ‘Umar membagi pasukan besarnya menjadi batalion-batalion yang lebih kecil,  sesuai dengan isi surat ‘Umar kepada Sa’ad bin Abi Waqash;

“Jika engkau sudah menerima suratku ini maka pecahlah pasukanmu menjadi satuan-saatuan yang lebih kecil. Jelaskan kepada mereka tentang tindakan itu, angkatlah pemimpin untuk tiap-tiap pasukan, berilah perintah pemimpin-pemimpin itu di depan semua pasukan, hormati mereka di depan anak buah mereka, dan serahkan panji-panji pasukan pada prajurit yang paling cepat memacu kudanya.”

Uniknya, keluhuran hati dan kebijaksanaan ‘Umar membuat para musuh pada akhirnya kagum dan percaya dengannya, ini disebabkan oleh semua penaklukan ‘Umar justru memberikan dampak positif pada wilayah tersebut. Maka tak heran, pada masa ‘Umar, orang berbondong-bondong masuk islam tanpa paksaan. Inilah memang yang menjadi misi ‘Umar, penakulukan untuk menegakkan keadilan, serta menggenapi pewaris negeri dengan keislaman.

Di balik pribadi ‘Umar yang terkenal tegas dan keras, sesungguhnya ‘Umar sendiri juga merupakan sosok yang sangat penyayang dan melankolis. Seringkali ‘Umar menangis karena takut pada Allah subhanallahuta’ala. Bahkan ‘Umar adalah pemimpin yang tak pernah segan-segan turun langsung untuk meminta nasehat dari rakyatnya. 

‘Umar jugalah yang terkenal sebagai pemimpin tukang ronda, menginspeksi langsung keadaan rakyatnya, bahkan tanpa satu orang pengawal pun. Ini seperti kisah yang dituturkan oleh Auza'iy, yang pada satu malam 'memergoki' Khalifah Umar masuk rumah seseorang. Ketika keesokan harinya Auza'iy datang ke rumah itu, ternyata penghuninya seorang janda tua yang buta dan sedang menderita sakit. Janda itu mengatakan, bahwa tiap malam ada orang yang datang ke rumah mengirim makanan dan obat-obatan. Tetapi janda tua itu tidak pernah tahu siapa orang tersebut. Padahal orang yang mengunjunginya tiap malam tersebut tidak lain adalah khalifah yang sangat ia kagumi selama ini.

Subhanallah… mudah-mudahan Allah memuliakan ‘Umar..

Masih panjang daftar kebajikan serta keberanian yang telah dilakukan ‘Umar bin Khaththab. Sampai akhirnya sang panglima ini syahid di saat akan mengimami sholat shubuh oleh tikaman Abu Lukluk, yang konon menaruh dendam terhadap kekalahan Persia serta kebijakan-kebijakan ‘Umar.

Sebelum menutup kisah ini, ada cuplikan menarik tentang percakapan ‘Umar dengan Salman Alfarisi ra;

‘Umar: apakah aku ini raja atau khilafah?

Salman menjawab, jika engkau memungut satu dirham, lebih sedikit atau lebih banyak, dari tanah kaum muslimin. Lalu engkau menggunakannya bukan pada haknya, berarti engkau seorang RAJA, dan bukan KHALIFAH.

Lalu meneteslah air mata bening di tubuh tegap gagah itu.. Air mata tanda takut pada Rabb-nya..


Wallahua’lam.
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template | PKS PIYUNGAN
Copyright © 2011. PKS Pepedan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger